Selasa, 13 Mei 2008

FILSAFAT, PENGETAHUAN, ILMU DAN ILMU PENDIDIKAN

FILSAFAT, PENGETAHUAN, ILMU DAN ILMU PENDIDIKAN
A. PENDAHULUAN
Sudah menjadi pendapat umum bahwa antara pendidikan dan kehidupan adalah dua hal identik yang tak terpisahkan, bagaikan air dengan ikannya. Berbicara tentang pendidikan, berarti membicarakan hidup dan kehidupan manusia. Sebaliknya, berbicara tentang kehidupan manusia berarti harus mempersoalkan masalah kependidikan. Pepatah menyatakan bahwa sepanjang hidup adalah pendidikan (long life education). Kehidupan manusia adalah persoalan pendidikan.
Pendidikan muncul dan memulai sesuatu. Manusia mulai mencoba untuk mendidik diri dan sesamanya dengan sasaran menumbuhkan kesadaran terhadap eksistensi kehidupan ini. Dalam hal ini, kegiatan pendidikan ditekankan pada materi yang berisi tentang pengetahuan umum berupa wawasan asal mula, eksistensi dan tujuan kehidupan.
Filsafat merupakan induk semua bidang studi dan disiplin ilmu pengetahuan dengan sudut pandang yang bersifat konfrehensif berupa ”hakikat”. Sedangkan pendidikan adalah suatu bidang ilmu sekaligus disiplin ilmu pengetahuan yang persoalan khasnya adalah menumbuhkembangkan potensi manusia menjadi semakin dewasa dan matang. Jadi filsafat pendidikan mempunyai persoalan sentral berupa hakikat pematangan potensi manusia.
A. FILSAFAT, PENGETAHUAN, ILMU, DAN ILMU PENDIDIKAN
1. Filsafat
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno “philoshophia”. Kata philosophia merupakan kata majemuk “philos” yang berarti “cinta” dan “shophia” yang berarti “kebajikan dan kearifan”. Jadi secara harfiah filafat berarti cinta akan kebajikan atau kearifan’(Jan Hendrik Rapar,1996:14)
Secara estimologi, Menurut pendapat para ahli pengertian filsafat :
1. Plato, filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.
2. Immanuel Kant : filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan, yang didalamnya tercakup masalah epistemelogi (filsafat pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui.
3. Notonagoro : filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak dan terdalam, yang tetap dan yang tidak berubah, yang disebut hakikat.
4. Ali Mudhafir : filsafat sebagai suatu metode artinya cara berfikir secara reflektif (mendalam), penyelidikan yang menggunakan alas an, berfikir secara hati-hati dan teliti. Filsafat berusaha untuk memikirkan seluruh pengalaman manusia secara mendalam dan jelas.(Surajiyo,2007:3-5)
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan filsafat adalah pemikiran radikal. Penyelidikan dengan pemikiran mendalam atau perenungan mengenai objek sampai keakar-akarnya (radik). Maksudnya adalah berfikir mendalam sampai ditemukan unsur-unsur inti yang secara sistematik yang menjadikan objak pemikiran itu ada sebagaimana halnya. Sering pula dikatakan bahwa filsafat adalah perenungan mengenai objek sampai pada tingkat kebenaran hakiki, yaitu kebenaran tingkat abstrak-universal yang bersifat mutlak.
Ciri- ciri filsafat adalah pertama, menyeluruh artinya pemikiran yang luas karna tidak membatasi diri dan tidak ditinjau sudut pandangan tertentu. Kedua mendasar, artinya pemikiran yang dalam sampai hasil yang fundamental. Ketiga spekulatif, artinya hasil pemikiran yang dapat dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya.(Jujun S. Sumantri,2000:20-22)
2. PENGETAHUAN
Pengetahuan/epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata, pikiran, percakapan atau ilmu). Jadi pengetahuan (epistemologi) berarti kata, pikiran, percakapan tentang pengetahuan atau ilmu pengetahuan.
The Liang Gie (2000:120) menafsirkan pengetahuan adalah keseluruhan keterangan dan ide yang terkandung dalam pernyataan-pernyataan yang dibuat mengenai peristiwa baik yang bersifat alamiah, sosial maupun individu.
Jujun S. Sumantri (2000:104) mendefinisikan pengetahuan dengan segenap apa yang diketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk didalamnya ilmu.
Menurut Surajiyo (2007:26), Pengetahuan adalah hasil “tahu” manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu obyek yang dihadapinya. Atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Selanjutnya Surajiyo (2007) membagi pengetahuan dalam dua jenis :
a. Pengetahuan ilmiah; adalah segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah.
b. Pengetahuan non-ilmiah; adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang tidak termasuk kategori metode ilmiah.
Dari uraian diatas dapatlah dipahami bahwa pengetahuan didapat dari rasa ingin mengetahui tentang obyek tertentu kemudian yang didapat dengan dan tanpa menggunakan metode ilmiah serta dirasakan melalui pengalaman indrawi.
3. ILMU
Sementara membahas tentang ilmu perlu didekati dari dua segi, yaitu etimologi dan terminology. Menurut asal usul kata “science” berasal dari kata Latin Scientia yang berarti pengetahuan. Pada kelanjutannya kata itu berasal dari bentuk kata kerja scire yang artinya mempelajari, atau mengetahui. Pada abad XVII, science memang diartikan apa saja yang harus dipelajari seperti menjahit atau menunggang kuda. Baru setelah abad XVII, kata science mengalami penghalusan berarti pengetahuan yang teratur.(The Liang Gie, 1998:15)
Kata ilmu merupakan suatu perkataan yang memiliki makna ganda, artinya mengandung lebih dari satu arti (The liang Gie,2000:85). Ilmu dalam pengertiannya yang lengkap dan menyeluruh adalah serangkaian kegiatan manusia dengan pikirannya dan menggunakan berbagai tata cara sehingga menghasilkan sekumpulan pengetahuan yang teratur mengenai gejala-gejala alami, kemasyarakatan dan individu untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan atau melakukan penerapan
Dari segi maknanya menurut The Liang Gie (2000:86), pengertian ilmu sekurang-kurangnya ada tiga hal, yakni; pengetahuan, aktifitas dan metode. Kaitan dalam hal pertama dan yang umum diikuti, ilmu senantiasa berarti pengetahuan (knowledge). Diantara para filsuf dari berbagai aliran terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah kumpulan yang sistematis dari pengetahuan (any systematic body of knowledge).
Dengan mengutip pendapat Jhon G. Kemeny, The Liang Gie (2000:87) mengistilahkan ilmu dalam arti semua pengetahuan yang dihimpun dengan perantaraan metode ilmiah (all knowledge collected by means of the scientific method).
Terlepas berbagai makna dari pengertian ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas dan metode itu bila ditinjau lebih mendalam sesungguhnya tidak bertentangan bahkan sebaliknya, ketiga hal tersebut merupakan kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu tidak harus diusahakan dengan aktifitas manusia, aktifitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan akhirnya aktifitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis. Kesatuan dan interaksi diantara aktifitas, metode dan pengetahuan yang menyusun menjadi ilmu dapatlah digambarkan dalam suatu bagan segitiga sebagai berikut :






Dari bagan diatas menjelaskan bahwa ilmu dapat dipahami dari 3 sudut, yakni ilmu dapat melalui aktifitas para ilmuwan atau dibahas melalui segi metode atau dapat dimengeri sebagai pengetahuan yang merupakan hasil yang sudah sistematis, pemahaman yang lengkap akan tercapai kalau ketiga segi itu diberikan perhatian yang seimbang.
Sebagai acuan yang dapat digunakan untuk memberikan batasan tentang pengertian ilmu adalah bagan yang diajukan oleh The Liang Gie (2000:90) sebagai berikut :




4. ILMU PENDIDIKAN
Sebelum kita masuk dalam pengertian ilmu pendidikan, maka sebaiknya dimulai dari pendidikan dalam arti luas. Pendidikan dalam arti luas adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan berlangsung disegala jenis, bentuk dan tingkat lingkungan hidup yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada dalam diri individu. Dengan kegiatan pembelajaran seperti itu, individu mampu mengubah dan mengembangkan diri menjadi semakin dewasa, cerdas dan matang. Jadi singkatnya, pendidikan merupakan system proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan dan pematangan diri. Pada dasarnya pendidikan adalah wajib bagi siapa saja dan kapan saja dan dimana saja, karena menjadi dewasa, cerdas dan matang adalah hak asasi manusia pada umumnya.
Sedangkan dalam arti sempit, pendidikan adalah seluruh kegiatan belajar yang direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara terjadwal dalam system pengawasan dan diberikan evaluasi berdasar pada tujuan yang telah ditentukan. Kegiatan belajar seperti itu dilaksanakan didalam lembaga pendidikan sekolah. Tujuan utamanya adalah pengembangan potensi intelektual dalam bentuk penguasaan bidang ilmu khusus dan kecakapan merakit system tekhnologi.
Dari pendekatan dikotomis antara arti luas dan dan arti sempit, muncul pemikiran alternative. Secara alternative, pelaku pendidikan adalah keluarga, masyarakat, dan sekolah (dibawah otoritas pemerintah) dalam suatu sistem integral yang disebut tripartite pendidikan. Fungsi dan peran tripartit pendidikan adalah menjembatani pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan pendidikan masyarakat luas. Tujuannya, agar aspirasi pendidikan yang tumbuh dari setiap keluarga dapat dikembangkan didalam kegiatan pendidikan sekolah, untuk kemudian dapat diimplementasikan didalam kehidupan masyarakat luas.
B. REALITA HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN ILMU PENGETAHUAN

Kita berusaha melihat realita hubungannya, berdasarkan suatu asumsi, bahwa keduanya merupakan aktifitas manusia. Aktifitas manusia dapat diartikan dalam prosesnya dan juga dalam hasilnya. Dilihat dari hasilnya, filsafat dan ilmu merupakan hasil daripada berfikir manusia secara sadar, sedangkan dilihat dari segi prosesnya, filsafat dan ilmu menunjukkan suatu kegiatan yang berusaha untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan manusia (untuk memperoleh kebenaran dan pengetahuan), dengan menggunakan metode-metode atau prosedur-prosedur tertentu secara sistematis dan kritis.
Filsafat dan ilmu memiliki hubungan saling melengkapi satu sama lainnya. Perbedaan antara kedua kegiatan manusia itu, bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk saling mengisi, saling melengkapi, karena pada hakekatnya, perbedaan itu terjadi disebabkan cara pendekatan yang berbeda. Maka dalam hal ini perlu membandingkan antara filsafat dan ilmu, yang menyangkut perbedaan-perbedaan maupun titik temu antara keduanya.
1. Hubungan Filsafat dan Ilmu.
Henderson, memberikan gambaran hubungan (dalam hal ini perbedaan) ilmu sebagai berikut :
Ilmu (Science)
(1). Anak filsafat
(2). Analitis;memeriksa semua gejala melalui unsur terkecilnya untuk memperoleh gambaran senyatanya menurut bagiannya.

(3). Menekankan fakta-fakta untuk melukiskan obyeknya; netral dan mengabstrakkan faktor keinginan dan penilaian manusia.
(4). Memulai sesuatu dengan memakai asumsi-asumsi.
(5). Menggunakan metode eksperimen yang terkontrol sebagai cara kerja dan sifat terpenting; menguji sesuatu dengan menggunakan penginderaan. Filsafat
- Induk Ilmu
- Sinoptis; memandang dunia dan alam semesta sebagai keseluruhan, untuk dapat menerangkannya, dan memahaminya secara keseluruhan.

- Bukan saja menekankan keadaan sebenarnya dari obyek, melainkan bagaimana juga seharusnya obyek itu. Manusia dan nilai merupakan faktor penting.
- Memeriksa dan meragukan segala asumsi-asumsi.
- Menggunakan semua penemuan ilmu pengetahuan; menguji sesuatu berdasarkan pengalaman dengan memakai fikiran.


Semua ilmu sudah dibicarakan dalam filsafat. Bahkan beberapa ilmu pengetahuan lahir dari filsafat, berarti ilmu yang memisahkan diri dari filsafat. Misalnya matematika, astronomi, fisika, kimia, biologi, psikologi dan sosiologi.
Ilmu bersifat analitis, ilmu pengetahuan hanya menggarap salah satu lapangan pengetahuan sebagai obyek formalnya. Sedangkan filsafat belajar dari ilmu pengetahuan dengan menekankan keseluruhan dari sesuatu (sinoptis), karena keseluruhan mempunyai sifat sendiri yang tidak ada pada bagian-bagiannya.
Ilmu bersifat deskriptif tentang obyeknya agar dapat menemukan fakta-fakta, tekhnik-tekhnik dan alat-alat. Filsafat tidak hanya melukiskan sesuatu, melainkan membantu manusia untuk mengambil putusan-putusan tentang tujuan, nilai-nilai dan tentang apa-apa yang harus diperbuat manusia. Filsafat tidak netral, karena faktor-faktor subyektif memegang peranan yang penting dalam berfilsafat.
Ilmu mulai dengan asumsi-asumsi. Filsafat juga mempunyai asumsi-asumsi dan menyelidikinya atau merenungkannya karena ia meragukan terhadap asumsi tersebut.
Ilmu pengetahuan menggunakan eksperimentasi terkontrol sebagai metode yang khas. Verifikasi terhadap teori dilakukan dengan jalan mengujinya dan praktek berdasarkan penginderaan. Sedangkan filsafat menggunakan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Verifikasi dilakukan filsafat dengan melalui akal fikiran yang didasarkan kepada semua pengalaman insane, sehingga dengan demikian filsafat dapat menelaah masalah-masalah yang mungkin tidak dapat dicarikan penyelesaian oleh ilmu.
Jadi ilmu berhubungan dengan mempersoalkan fakta-fakta yang aktual, yang diperoleh dengan eksperimen, observasi, dan verifikasi, hanya berhubungan sebagian dari asfek kehidupan atau kejadian yang ada di dunia ini.
2. Titik Temu Fisafat dan Ilmu
Di samping beberapa pendapat di atas, ada beberapa titik pertemuan antara filsafat dan ilmu, yaitu:
1. Banyak ahli filsafat yang termasyhur, telah memberikan sumbangannya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, misalnya Lebiniz menemukan “Diferensial Kalkulus”, Whitehead dan Bertrand Russel dengan teori matematikanya yang terkenal.
2. Filsafat dan ilmu pengetahuan keduanya menggunakan metode-metode reflective thingking dalam menghadapi fakta-fakta dunia dan hidup ini.
3. Filsafat dan ilmu pengetahuan keduanya menunjukkan sikap kritis dan terbuka, dan tidak memberikan perhatian yang tidak berat sebelah terhadap kebenaran.
4. Keduanya tertarik terhadap pengetahuan yang terorganisir dan tersusun secara sistematis.
5. Ilmu memberi filsafat sejumlah bahan-bahan deskriptif dan faktual serta esensial bagi pemikiran filsafat.
6. Ilmu mengoreksi filsafat dengan jalan menghilangkan sejumlah ide-ide yang bertentangan dengan pengetahuan yang ilmiah.
7. Filsafat merangkum pengetahuan yang terpotong-potong, yang menjadikan ilmu yang berbeda-beda, dan menyusun bahan-bahan tersebut kedalam suatu pandangan tentang hidup dan dunia yang lebih menyeluruh dan terpadu.
C. POSISI ILMU PENDIDIKAN DI ANTARA ILMU-ILMU LAIN
Posisi ilmu pendidikan diantara ilmu-ilmu lain dapat digambar kan dalam skema sebagai berikut:





Pendidikan adalah khas bagi manusia, artinya bagi manusia pendidikan berarti dan berfungsi mutlak. Tanpa pendidikan, manusia tidak pernah eksis sebagaimana dirinya. Dengan pendidikan, manusia memperoleh wawasan darimana asal mula kehidupan dan kejelasan arah mana tujuan kehidupan ini, serta bagaimana seharusnya kehidupan berlangsung. Hal ini berarti pendidikan mendorong kelahiran ilmu pengetahuan dari tingkat filosofis, teoritis, dan sampai tingkat praktis.
Pada dasarnya semua disiplin ilmu pengetahuan dari tingkat filosofis, teoritis dan sampai pada tingkat praktis, diawali, dibimbing dan diakhiri oleh pendidikan. Pendidikan mengawali semua ilmu pengetahuan, karena pada titik ini ilmu pendidikan bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan potensi cipta, rasa, dan karsa manusia. Selanjutnya pendidikan mengawali dengan terus membimbing perkembangan itu sampai terbentuk suatu keahlian dan ketrampilan tertentu. Kemudian pada tingkat penerapan, pendidikan tetap melakukan bimbingan agar keahlian dan ketrampilan keilmuan tidak menyimpang dari asas etika kependidikan dan keilmuan, yaitu demi kelangsungan dan perkembangan kehidupan manusia.
Oleh sebab itu penting dan perlu diperingatkan bahwa kaum intelektual, dengan keahlian dan ketrampilannya wajib untuk tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kependidikan dalam mengeban tugas dan tanggung jawab kesehariannya. Sebab jika tidak, keahliannya dan ketrampilan itu justru bias merugikan banyak pihak dalam melangsungkan hidup dan kehidupannya. Mengapa? Karena ilmu pengetahuan dan tekhnologi bisa dengan mudah dimanfaatkan untuk memenuhi nafsu keserakahan dalam segala bidang, dimana hal itu pasti mengakibatkan pengrusakan baik pada lingkungan kehidupan social maupun alamnya. Jika demikian, kelangsungan eksistensi kehidupan dapat terancam, dan oleh sebab itu pula pencapain tujuan kehidupan manusia terancam gagal.
D. ILMU PENDIDIKAN MERUPAKAN ILMU OTONOM
Oong Komar (2006:55) mensyaratkan ilmu bisa menjadi ilmu yang otonom harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (a) merupakan suatu sistem pemikiran yang bagian-bagiannya bertalian dalam rangka membentuk keseluruhan yang bulat, (b) menyatakan suatu metode penelitian yang bersifat empiris, experimen dan penalaran, (c) mempunyai obyek yaitu manusia.
Melihat dari persyaratan yang dikemukakan oleh Oong Komar diatas, dapatlah Ilmu pendidikan dikategorikan sebagai ilmu yang otonom karena sudah memiliki syarat-syarat sebagai ilmu yakni :
1. Memiliki objek baik berupa objek materi yaitu peserta didik dan objek formal berupa perilaku peserta didik.
2. Memiliki atau memakai metode penelitian ilmiah mencakup ruang lingkup, masalah, tujuan, hipotesis, tempat penelitian (populasi dan sampel), instrumen tetang variabel-variabel yang diteliti dan analisis data yang menghasilkan kesimpulan/hasil
3. Memiliki struktur dan sistematika yang meliputi jenis, lingkungan, tujuan, isi, cara dan penilian.
4. Kebenarannya dapat dibuktikan secara emperis.
Ada juga sejumlah ahli mengatakan bahwa syarat suatu ilmu harus jelas ontologis, epistemologis dan aksiologisnya.(ISPI,1989). Ontologi adalah masalah apa, yaitu apa yang ditangani oleh pendidikan. Hal ini bertalian dengan objek materi dan objek formal ilmu pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan telah memiliki ontologi secara jelas. Sementara itu epistemologi adalah masalah kebenaran; yaitu bagaimana mewujudkan kebenaran itu. Kebenaran dalam ilmu hanya dapat diwujudkan dengan metodologi ilmiah. Syarat inipun telah dipenuhi oleh ilmu pendidikan, sedang aksiologis yang membahas tentang tindakan yang benar atau kegunaan pendidikan itu untuk kepentingan kesejahteraan manusia bertalian dengan tujuan pendidikan serta tindakan untuk mencapai tujuan itu.
Dengan demikian ketiga persyaratan ini sudah dipenuhi oleh pendidikan untuk mendapat predikat ilmu pendidikan. Sehingga ilmu pendidikan bisa disejajarkan dengan ilmu-ilmu yang lain.
E. KESIMPULAN
Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk didalamnya adalah ilmu. Jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya termasuk seni dan agama.
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu, sebab ilmu merupakan pengetahuan dengan cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat dan langkah-langkah sebagai berikut; perumusan masalah, penyusunan kerangka berfikir, perumusan hipotesis, pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan.
Terhadap pendidikan filsafat memberikan sumbangan berupa kesadaran menyeluruh tentang asal mula, eksistensi dan tujuan kehidupan manusia. Tanpa filsafat pendidikan tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak tahu apakah yang harus dikerjakan. Sebaliknya tanpa pendidikan filsafat tetap berada pada utopianya.
Dan pada dasarnya semua disiplin ilmu pengetahuan dari tingkat filosofis, teoritis dan sampai pada tingkat praktis diawali, dibimbing dan diakhiri oleh pendidikan.
Selanjutnya ilmu otonom adalah suatu ilmu yang dibangun berdasarkan atas ”potensi diri” sebagaimana adanya. Sedangkan Ilmu Pendidikan yang didalamnya telah memenuhi aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi dapat dikatakan sebagai ilmu yang otonom.
F. SARAN
1. Kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap dunia pendidikan wajib berpegang teguh kepada nilai-nilai kependidikan dalam mengemban tugas dan tanggung jawab kesehariannya.
2. Penerapan paradigma baru dalam pendidikan perlu disosialisasikan lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Rapar Jan Hendrik. (1996). Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Surajiyo. (2007). Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Suatu Pengantar. Jakarta : Bumi Aksara.

The Liang Gie. (2000). Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty.

Hidayanto Dwi Nugroho. (2006). Pemikiran Kependidikan dari Filsafat Keruang Kelas. Jakarta, Transwacana.

Suhartono Suparlan. (2007). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar ruzz Media.

Suriasumantri Jujun S. 2005 Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Pidarda Made. Landasan Kependidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta : Rieneka Cipta.


The Liang Gie. (1998). Lintasan Sejarah Ilmu. Yogyakarta : Pusat Belajar Ilmu Berguna.

Komar Oong. (2006). Filsafat Pendidikan Nonformal. Bandung : CV. Pustaka Setia.


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda